Buntut Perang Dagang, Barang China Masuk Indonesia Bakal Dipajaki 200 Persen
RIAU24.COM - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengenakan nilai pajak yang tinggi, khususnya untuk barang-barang yang diimpor dari China. Hal ini dilakukan untuk memerangi banjirnya impor dari Negeri Tirai Bambu.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkapkan ketentuan ini ujung dari perang dagang antara China dengan negara-negara barat yang menolak barang impor China. menjelaskan telah terjadi
"Maka satu hari dua hari ini, mudah-mudahan sudah selesai permendagnya. Jika sudah selesai maka dikenakan apa yang kita sebut sebagai bea masuk, kita pakai tarif sebagai jalan keluar untuk perlindungan atas barang-barang yang deras masuk ke sini," ujar pria karib disapa Zulhas itu, Jumat (28/6) dikutip dari Antara.
Menurut Zulhas, besaran bea masuk yang akan dikenakan telah diputuskan antara 100 hingga 200 persen dari harga barang.
“Saya katakan kepada teman-teman jangan takut, jangan ragu Amerika bisa mengenakan tarif terhadap keramik terhadap pakaian sampai dengan 200 persen kita juga bisa. Ini agar UMKM industri kita bisa tumbuh dan berkembang," ujarnya.
Zulkifli menjelaskan bahwa permendag ini, merupakan respons atas regulasi-regulasi sebelumnya tentang perdagangan dan perlindungan industri lokal yang belum memuaskan bagi semua pihak.
Zulkifli menjelaskan bahwa sebetulnya perang dagang China dan Amerika Serikat ini, sudah diketahui efeknya sejak 2022 dan langsung direspons demi melindungi produk dan industri dalam negeri termasuk UMKM yang terhantam membanjirnya barang dari China.
Karena itu pada 2023, lahirlah Permendag 37 yang memperketat arus barang masuk dari luar negeri, dari sebelumnya bisa langsung masuk ke toko atau konsumen tanpa sekat akibat kebijakan post border dalam bea cukai, menjadi harus melalui pemeriksaan terlebih dahulu, tujuannya mengendalikan impor.
Di dalamnya juga diatur mengenai pekerja migran Indonesia (PMI) yang boleh membawa bawang dari luar negeri tidak kena pajak maksimal senilai 500 dolar pada 56 jenis produk.
Yang ketiga, Permendag 37 mengatur bahwa seluruh barang konsumen harus ada pertimbangan teknis seperti pakaian, elektronik, alas kaki, kosmetik, dan lainnya.
"Dengan Permendag 37 itu betul-betul bisa mengunci bisa mengendalikan impor," tukas Zulhas.
Namun, ketika diberlakukan, kata Zulkifli, pemerintah kedodoran, di mana barang-barang PMI ketika sampai Indonesia tidak bisa jalan jalan dari bandara usai pemeriksaan bea cukai.
"Barang tak bisa jalan ratusan sampai ribuan kontainer. Ngamuk PMI, bea cukai tidak siap mendetailkan produk yang segitu banyak. Akhirnya diubah menjadi Permendag Nomor 7, dengan PMI dikembalikan lagi 500 dolar terserah nanti kayak apa barangnya," ujarnya pula.
Namun, Permendag Nomor 7 itu dalam praktiknya tidak mudah, menurut Zulkifli, akhirnya 20 ribu kontainer barang-barang di berbagai pelabuhan menumpuk, hingga akhirnya permendag itu harus diubah.
"Akhirnya kita ubah Permendag Nomor 7 jadi Permendag Nomor 8, dan barang 20.000 kontainer, dalam satu bulan habis. Namun industri tekstil dan lain sebagainya komplain luar biasa ramai lagi minta dikembalikan Permendag 37. Dari situ dibutuhkan aturan baru untuk melindungi barang-barang yang deras masuk ke sini," ucap Zulhas.