Siasat Pemerintah Korea Selatan usai Banyak Warganya Meninggal Kesepian
RIAU24.COM - Masalah kesepian menjadi isu nasional di Korea Selatan selama sedekade terakhir karena kasusnya terus meningkat. Banyak orang menarik diri dari dunia luar dan menghabiskan waktunya di rumah selama berbulan-bulan.
Untuk mengatasinya, Pemerintah Kota Seoul, Korea Selatan, telah menyiapkan program untuk mengatasi 'epidemi kesepian' ini. Diketahui, rencana program tersebut disiapkan dengan dana sebesar 451,3 miliar won atau sekitar Rp 5 triliun.
Seperti yang diketahui, ribuan warga Korea Selatan yang kebanyakan adalah pria paruh baya meninggal dunia dalam kesendirian setiap tahunnya. Terkadang, butuh waktu berhari-hari hingga beberapa minggu untuk menemukan jasad mereka, karena terpisah dari keluarga dan kerabatnya.
Dalam bahasa Korea, fenomena tersebut dikenal sebagai 'godoksa' atau kematian karena kesepian.
Selama lima tahun ke depan, program ini bakal menyediakan konselor masalah kesepian yang dapat dihubungi 24 jam setiap hari, termasuk kunjungan dan konsultasi tatap muka.
"Kesepian dan kesendirian bukan hanya masalah individu, tetapi tugas yang harus diselesaikan masyarakat bersama-sama," beber Walikota Seoul Oh Se-hoon, yang dikutip dari CNN.
Selain itu, Seoul juga berencana mengadakan layanan psikologis dan memperluas Ruang Terbuka Hijau (RTH), serta menyediakan makanan bergizi untuk warga paruh baya dan lanjut usia. Berbagai kegiatan juga akan disediakan untuk mendorong orang bersosialisasi, seperti berkebun, olahraga, dan lain-lain.
Alasan Orang Korsel Begitu Kesepian
Kasus kesepian ini semakin marak di Korea Selatan. Pada tahun 2022, diperkirakan ada 244.000 orang yang menyendiri di sana.
Akibatnya, dari data Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan diketahui jumlah kematian karena kesepian meningkat hingga mencapai 3.661 kasus tahun lalu. Lebih dari 84 persen kasus kematian karena kesepian adalah laki-laki, dengan usia 50-an sampai 60-an tahun yang paling rentan mengalaminya.
Menurut pakar, fenomena kesepian di Korsel bisa dikaitkan dengan budaya-budaya tertentu di sana. Profesor psikologi di Universitas Myongji, An Soo-jung, menjelaskan bahwa orang-orang di Korsel bisa kesepian saat merasa tidak cukup berharga untuk masyarakat atau tak memiliki tujuan hidup.
Beberapa warga generasi milenial dan Z juga sangat gencar memberikan kritik, tetapi terlalu kritis terhadap diri sendiri dan takut gagal. Dalam budaya Korea yang menekankan orientasi relasional, orang-orang ingin berkontribusi dalam hubungannya dengan orang lain.
"Oleh karena itu, warga Korea Selatan mungkin memiliki kehidupan sosial, tetapi merasa kesepian setelah membandingkan diri mereka dengan orang lain," jelas An.
"Dan mempertanyakan apakah mereka berguna, cukup berkontribusi, atau justru tertinggal," sambungnya. ***