Berdasarkan Data-data Ini, Capim KPK Irjen Firli Dinilai Langgar Kode Etik
RIAU24.COM - Sorotan terhadap salah satu calon pimpinan KPK, Irjen Firli Bahuri, kembali memanas. Hal itu setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, mantan Deputi Penindakan KPK tersebut telah melakukan pelanggaran kode etik dengan kategori berat.
Hal itu dilontarkan Penasehat KPK Muhammad Tsani Annafari dalam konferensi pers yang digelar Rabu (11/9/2019) tadi malam. Ikut hadir dalam kesempatan itu Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Juru Bicara KPK Febry Dianto.
Dilansir kompas, Kamis 12 September 2019, pelanggaran kode etik itu terkait dengan pertemuan Firli dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, M Zainul Majdi (MZM) pada 12-13 Mei 2018 lalu.
Ketika itu, Firli masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Ketika itu, KPK tengah menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB. Karena kondis itu, terang Tsani, Firli mestinya tidak bertemu Zainul Majdi yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB).
"Dalam acara Harlah GP Ansor ke-84 dan launching penanaman jagung 100.000 Ha di Bonder Lombok Tengah, dalam pertemuan ini terlihat saudara F berbicara dengan saudara MZM," terangnya.
Dikatakan, TGB dan Firli tampak berbincang akrab pada acara itu. Selain itu, Firli diketahui terbang ke NTB dengan uang pribadi, tanpa izin surat tugas yang diteken KPK. Dalam acara yang berlangsung pada 12 Mei 2018 itu, panitia menyebut Firli sebagai Deputi Penindakan KPK ketika diminta memberikan pidato saat penutupan acara.
Sehari kemudian, Firli kembali didapati berbincang akrab dengan TGB pada acara farewell dan welcome game Tennis Danrem 162/WB di Lapangan Tenis Wira Bakti.
"Dalam foto nampak keakraban antara TGB dan F yang ditunjukkan dengan F menggendong anak dari TGB," tambah Tsani.
Ia mengatakan, dalam video yang diterima KPK tersebut, Firli tidak menunjukkan upaya untuk menghindar dari pertemuan tersebut.
Tak Ada Hubungan
"F juga tidak pernah meminta izin melakukan pertemuan dengan pihak yang terkait perkara atau pun pihak yang memiliki risiko independensi dan tidak melaporkan seluruh pertemuan-pertemuan tersebut kepada pimpinan KPK," lontarnya.
Ternyata, bukti yang dimiliki KPK tidak hanya itu. Tsani juga mengungkapkan, penetapan Firli sebagai pelanggar etik juga didasari peristiwa lain. Yakni, Firli kedapatan menjemput langsung seorang saksi yang hendak diperiksa di lobi KPK. Kejadian itu berlangsung pada 8 Agustus 2018.
Selain itu, KPK juga mencatat Firli pernah bertemu dengan petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018.
Menurut informasi, Firli Bahuri sempat menjabat sebagai Kapolda Nusa Tenggara Barat, pada 3 Februari 2017-8 April 2018, atau sebelum ia diangkat menjadi Deputi Penindakan KPK. ***