Heboh Soal Calon Menteri Jokowi Diminta Rp500 Miliar, Begini Tanggapan Pramono Anung
RIAU24.COM - Dua hari terakhir publik tanah air dihebohkan dengan pernyataan Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan kubu Djan Faridz, Humphrey Jemat. Ia mengatakan ada calon menteri yang diminta berkontribusi kepada Parpol sebesar Rp 500 miliar jika mau namanya diusulkan sebagai menteri kepada Presiden Jokowi.
Isu itu disampaikan Humphrey dalam diskusi 'Quo Vadis Pilkada Langsung' di kantor Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia, Jakarta, Minggu (24/11/2019).
Menanggapi tuduhan itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung membantah dengan tegas kabar bahwa ada calon menteri Jokowi yang diminta menyetor Rp 500 miliar. Menurut dia, proses pemilihan penyelenggara negara dilakukan secara ketat.
"Proses rekrutmen calon menteri itu sebenarnya dilakukan secara teliti, hati-hati oleh bapak Presiden (Presiden Joko Widodo). Kemudian kalau pada hari ini ada itu, pertama uang Rp 500 miliar bukan uang kecil. Sangat besar sekali," kata Pramono di kantornya, seperti dilansir CNBCIndonesia, Selasa (26/11/2019).
"Bagaimana uang itu ada. Dan kalau ada, gampang dilacak oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Sekarang ini uang di atas Rp 100 juta saja sangat gampang dilacak baik oleh PPATK, KPK (Komisaris Pemberantasan Korupsi), oleh Kejaksaan, oleh Kepolisian," jelasnya.
Pramono lantas menjelaskan alur pemilihan menteri. Jokowi, kata dia, menjadi pemegang penuh hak prerogatif pemilihan menteri dengan mempetimbangkan aspek kehati-hatian. Para menteri yang merepresentasikan sebuah partai politik, pun tidak semuanya disetujui oleh Presiden. Walaupun nama yang diajukan oleh sebuah partai politik itu memiliki kredibilitas yang tinggi.
"Bahkan beberapa nama yang cukup baik dan kredibel, dan juga nama besar, presiden ada yang tidak setuju. Sehingga dengan demikian, isu yang pasti tidak akan bisa dibunyikan," kata Pramono.
Pramono pun ragu jika jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju saat ini melakukan hal-hal tersebut untuk menjadi seorang 'pembantu presiden'. Menurut dia, isu tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan.
"Untuk apa kasih uang Rp 500 miliar hanya sekadar jadi menteri. Kan ini logika juga tidak masuk akal. Menteri gajinya gak sampai Rp 100 juta. Bagaimana bisa uang dengan sejumlah itu dikeluarkan," ujar Pramono.