Oh, Ternyata Ini Alasan Nelayan China Masih tangkap Ikan di Natuna
RIAU24.COM - JAKARTA - Konflik antara Indonesia dengan China kembali terjadi di Perairan Natuna yang berbatasan dengan Laut China Selatan.
Melansir Kompas.com Ahad (12/1/2020) Sejumlah kapal penangkap ikan asal China didampingi kapal Coast Guard negaranya, berkegiatan di perairan yang masih masuk dalam teritori Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) milik Indonesia.
Pemerintah Indonesia melakukan sejumlah upaya agar kapal-kapal China yang tengah mencari ikan ini meninggalkan perairan Indonesia.
Namun, hingga kini belum cukup menunjukkan hasil yang signifikan. pasca-kunjungan Presiden Joko Widodo keberadaan kapal ikan asing (KIA) di perairan tersebut masih ada. Lantas, kenapa kapal China mencari ikan di Perairan Natuna?
Kepulauan Natuna di selat Karimata ada di bawah teritorial Indonesia.
Tetapi perairan di dekat kepulauan tersebut diklaim China sebagai bagian dari daerah penangkapan ikan para nelayan tradisionalnya.
Melansir South China Morning Post, (12/1/2020), mereka terdorong untuk berlayar sejauh itu mencari tangkapan karena stok ikan di perairan dekat China semakin menipis.
Sementara permintaan dalam negeri untuk bahan konsumsi semakin meningkat. Apa yang nelayan-nelayan China lakukan ini mendapat dukungan dari Pemerintah di Beijing.
Bahkan, Presiden Xi Jinping meminta para nelayan yang berada di bagian paling Selatan China untuk membuat kapal lebih besar agar dapat menjelajah lebih jauh dan mendapat hasil tangkapan ikan lebih banyak.
Hal itu sudah ia sampaikan sejak April 2014 saat berkunjung ke wilayah tersebut.
Masyarakat nelayan pun setuju dan akan menjaga lautan yang mereka anggap sebagai warisan leluhur.
Sejak saat itu, Pemerintah China meningkatkan dukungan bagi para nelayan dengan menyubsidi pengadaan kapal pukat yang lebih besar, berkulit baja yang beroperasi di sekitar Kepulauan Spratly.
Mereka juga telah mengonsolidasikan, memperluas dan melengkapi armada Coast Guard untuk mendukung kegiatan para nelayan ini.
Upaya ini dilakukan karena dianggap lebih minim risiko dibanding dengan mengambil alih pulau-pulau yang diperebutkan atau membangun rig minyak di wilayah itu. ***