Menu

Lambat Geledah Kantor PDIP, ICW Kritik UU KPK yang Baru, Sebut Persulit Kinerja KPK

Muhammad Iqbal 13 Jan 2020, 10:45
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana

RIAU24.COM - Indonesia Corruption Watch ( ICW) menilai operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan, membuktikan jika UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK telah mempersulit kinerja KPK dalam hal penegakan hukum.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, hal itu terlihat dari lambatnya tim KPK dalam menggeledah Kantor DPP PDI-P karena membutuhkan izin dari Dewan Pengawas KPK. 

"Padahal dalam UU KPK lama (UU No 30 Tahun 2002) untuk melakukan penggeledahan yang sifatnya mendesak tidak dibutuhkan izin terlebih dahulu dari pihak mana pun," ujar Kurnia dilansir dari Kompas.com, Senin, 13 Januari 2020.

zxc1

Dilanjutkan Kurnia, menurut logika sederhana, tindakan penggeledahan yang bertujuan untuk mencari dan menemukan bukti tidak mungkin dapat berjalan dengan tepat dan cepat jika harus menunggu izin dari Dewan Pengawas.

Hal itu belum ditambah persoalan waktu di mana proses administrasi tersebut dapat dipergunakan pelaku korupsi untuk menyembunyikan bahkan menghilangkan bukti-bukti.

"Dengan kondisi seperti ini dapat disimpulkan bahwa narasi penguatan yang selama ini diucapkan oleh Presiden dan DPR hanya ilusi semata," lanjutnya.
zxc2

Pihaknya mendesak agar Presiden Jokowi agar tidak buang badan saat kondisi KPK yang semakin lemah akibat berlakunya UU KPK baru. Penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang dinilai harus menjadi prioritas utama dari Presiden untuk menyelematkan KPK. 

Tak hanya itu, ICW juga menyoroti adanya dugaan tim KPK yang dihalang-halangi dalam penanganan perkara ini. Menurut Kurnia, upaya menghalang-halangi proses hukum tersebut dapat dibawa ke ranah pidana menggunakan Pasal 21 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

"KPK harus berani menerapkan aturan obstruction of justice bagi pihak-pihak yang menghambat atau menghalang-halangi proses hukum," tutur Kurnia.

KPK