Jokowi Didesak Tak Buang Badan Soal Tanggapi Lambatnya Kinerja KPK
RIAU24.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak Indonesia Corruption Watch (ICW) untuk tidak buang badan untuk menanggapi lambatnya kerja KPK karena adanya UU KPK yang baru.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhani mengatakan, KPK terhambat dalam melakukan penyidikan di perkara terbarunya yaitu kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) yang menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
"Kami mendesak Presiden Joko Widodo agar tidak buang badan saat kondisi KPK yang semakin lemah akibat berlakunya UU KPK baru. Penerbitan PERPPU harus menjadi prioritas utama dari Presiden untuk menyelamatkan KPK," kata Kurnia dilansir dari Republika.co.id, Senin, 13 Januari 2020.
Kurnia menambahkan, tak dipungkiri memang banyak pihak yang menganggap tangkap tangan kali ini membuktikan jika Pimpinan KPK dan UU KPK baru tidak relevan lagi untuk dipersoalkan.
zxc1
Tapi, lanjutnya, faktanya justru sebaliknya, UU KPK baru yakni UU No 19 Tahun 2019 terbukti mempersulit kinerja KPK dalam melakukan berbagai tindakan pro justicia.
"Oleh karenanya, KPK juga harus berani menerapkan aturan obstruction of justice bagi pihak-pihak yang menghambat atau menghalang-halangi proses hukum," tegas Kurnia.
Dijelaskannya lagi, setidaknya ada dua kejadian penting dan mesti dicermati dalam peristiwa tangkap tangan yang melibatkan Komisioner KPU tersebut.
Pertama, KPK faktanya terbukti lambat dalam melakukan penggeledahan di kantor PDIP. "Ini disebabkan adanya Pasal 37 B ayat (1) UU KPK baru yang menyebutkan bahwa tindakan penggeledahan mesti atas seizin Dewan Pengawas," ucapnya.
Padahal, sambung dia, dalam UU KPK lama yakni UU No 30 Tahun 2002 untuk melakukan penggeledahan yang sifatnya mendesak tidak dibutuhkan izin terlebih dahulu dari pihak mana pun.
Menurutnya sangat tidak masuk dalam logika bila tindakan penggeledahan yang bertujuan untuk mencari dan menemukan bukti dapat berjalan dengan tepat serta cepat jika harus menunggu izin dari Dewan Pengawas.
"Belum lagi persoalan waktu, yang mana proses administrasi tersebut dapat dipergunakan pelaku korupsi untuk menyembunyikan bahkan menghilangkan bukti-bukti," ujarnya.
Kedua, lanjut Kurnia, tim KPK diduga dihalang-halangi saat menangani perkara tersebut. untuk itu, penting untuk ditegaskan bahwa setiap upaya menghalang-halangi proses hukum dapat diancam dengan pidana penjara 12 tahun menggunakan Pasal 21 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 dalam UU Tipikor. "Harusnya setiap pihak dapat kooperatif dengan proses hukum yang sedang dijalankan oleh KPK," ucap Kurnia.
Dengan kondisi seperti ini, kata dia, dapat disimpulkan bahwa narasi penguatan yang selama ini diucapkan Presiden dan DPR hanya ilusi semata. Karena, keberlakukan UU KPK justru menyulitkan penegakan hukum yang dilakukan oleh lembaga anti rasuah tersebut.