Menyoal Corona, Omnibuslaw dan Bau
Namun demikian, kita harus menerima informasi akurat tentang kondisi yang terjadi. Sebab Covid-19 dan Omnibus Law sudah cukup rentan membuat kita terpuruk. Jangan sampai diperparah dengan keputusan kita menyikapi bau yang tidak biasa ini.
Sesuai dengan ambang batas yang ditetapkan pemerintah pada pengembalian gas buang atau emisi secara kontiniu bahwa maksimum kadar Carbon Disulfida (CS2) adalah 90 kg/ton dan dan Hydrogen Sulfida (H2S) sebesar 30 Kg/ton.
Emisi tersebut berupa gas yang membuat kita mencium aroma bau itu. Dari hasil pengukuran uji udara ambien independen yang dapat dipertanggungjawabkan ditemukan bahwa dengan teknologi terbaru dunia yang diterapkan APR yaitu Spinbath (pemulihan sisa cair) dan Wet Sulfid Acid (WSA) plant, konsentrasi CS2 di pembuangan adalah rata-rata 12,3 Kg/ton dan H2S sebesar 0.74 Kg/ton. Artinya, gas buang yang menyebabkan bau ini masih jauh di bawah ambang batas yang berbahaya bagi kesehatan (90 untuk CS2 dan 30 untuk H2S).
Sedangkan International Agency for Research on Cancer (IARC) menyebutkan bau dari limbah buangan gas pulp dan rayon bukanlah sebab penyakit kanker. Kanker muncul akibat kondisi penyebab pada umumnya. Dengan kata lain, sebagaimana kita harus menyikapi pandemi Covid-19, kita juga perlu menyikapi pengendalian gas buang CS2 dan H2S yang menimbulkan bau ini secara bijaksana.
Karena itu, Kedua, muncul pertanyaan berikutnya: Jika bau itu tidak berbahaya secara angka pengukuran, bagaimana upaya kita menguranginya atau bahkan menghilangkannya? Di sinilah titik krusial kita sesungguhnya yang perlu kita ambil tindakan yang cepat dan saling bekerjasama.
Pada titik ini, saya mengusulkan beberapa tindakan bersama: