Sikat Rp1,7 Triliun, Begini Kronologi Maria Pauline Lumowa Bobol BNI dan Kabur ke Serbia
RIAU24.COM - Peristiwa pembobolan kas Bank BNI Cabang Kebayoran Baru Baru senilai Rp1, 7 triliun lewat letter of credit (L/C) fiktif pada 2020 silam, membuat sosok Maria Pauline Lumowa ditetapkan menjadi tersangka oleh pihak kepolisian
Peristiwa pembobolan kas Bank BNI Cabang Kebayoran Baru senilai Rp1,7 triliun lewat letter of credit (L/C) fiktif pada 2002 silam, membuat sosok Maria Pauline Lumowa ditetapkan menjadi tersangka oleh pihak kepolisian. Namun dirinya tak berhasil ditangkap lantaran melarikan diri ke luar negeri.
Selama 17 tahun, Maria menjadi buronan kepolisian Indonesia yang masih berusaha untuk melacak keberadaannya. Hingga pada akhirnya, masa pelarian itu usai setelah dirinya berhasil ditangkap di luar negeri dan akan dibawa ke Indonesia. Melihat kembali kasusnya di masa lalu, seperti apa pembobolan BNI yang dilakukan Maria, melansir dari Bombastis.
Berawal dari pinjaman BNI terhadap PT Gramarindo Group milik Maria Pauline Lumowa
]Peristiwa pembobolan tersebut berawal saat Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dollar AS dan 56 juta euro yang totalnya mencapai Rp1,7 triliun, di periode Oktober 2002 hingga Juli 2003 kepada PT Gramarindo Group milik Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Adanya dugaan transaksi fiktif yang membuat BNI kecolongan
Konpers Menko Polhukam Mahfud Md dan Menkumham Yasonna Laoly terkait ekstradisi Maria Pauline Lumowa [sumber gambar]Kecurigaan mulai terasa setelah pihak BNI melakukan penyelidikan pada Juni 2003. Hasilnya, PT Gramarindo Group ternyata tak pernah melakukan kegiatan ekspor. Terlebih, Letter of Credit atau L/C yang digunakan untuk memuluskan aksinya itu diduga fiktif belaka. Hal tersebut kemudian dilaporkan ke Mabes Polri untuk ditindaklanjuti.
Kabur ke luar negeri dan sempat dilindungi oleh Belanda
Aparat keamanan ternyata kalah cepat dengan Maria. Sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus Polri, ia telah melarikan diri ke Singapura pada September 2003. Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, 27 Juli 1958, itu juga sempat menjadi WN Belanda yang membuatnya ‘aman’ lantaran dilindungi oleh pemerintah setempat.
Pindah ke Serbia hingga ditahan pemerintah setempat
]Tercatat, Indonesia sempat mengajukan proses ekstradisi sebanyak dua kali yang kesemuanya ditolak oleh pemerintah Belanda. Belakangan, Maria juga pernah bolak-balik ke Singapura pada 2009 silam. Titik terang mulai terasa saat dirinya berhasil ditangkap NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, 16 Juli 2019. Di sana, ia sempat ditahan hingga Indonesia pun menyurati pemerintah Serbia.
Pelarian 17 tahun Maria yang berakhir dengan penangkapan
Berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003, Maria ditahan di Serbia hingga akhirnya berhasil diekstradisi ke Indonesia. Menurut delegasi pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, hal tersebut sukses dilakukan berkat kerjasama dan hubungan baik antara Indonesia dengan Serbia.
Keberhasilan membawa pulang Maria setelah menjadi buronan selama 17 tahun, tak lepas dari hasil kerjasama Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), Badan Intelijen Negara (BIN), dan pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beograd, Serbia. Hal tersebut memudahkan pemerintah agar Maria bisa menjalani proses hukum sesuai dengan perbuatannya.