Bikin Kaget, DIperkirakan Ada 2 Ribu Janin Diaborsi di Tempat Ini, Ketika Digerebek, Ada yang Masih Disimpan Dalam Ember
RIAU24.COM - Terungkapnya kasus pembunuhan terhadap WN asal Taiwan Hsu Ming Hu, ternyata menguak fakta mengejutkan. Yaitu terungkapnya sebuah klinik yang diduga dijadikan tempat untuk praktik aborsi. Tak tanggung-tanggung, diperkirakan sudah lebih dari 2 ribu janin yang diaborsi di klinik yang berada di Jalan Raden Saleh I, Senen, Jakarta Pusat itu,
Yang lebih kejam, janin-janin hasil aborsi itu diduga tidak ada yang dikubur. Melainkan dimusnahkan dengan cara dicampur dengan cairan asam sulfat. Selanjutnya, dibuang melalui kloset untuk menghilangkan jejak.
Saat penggerebekan dilakukan, pihak Kepolisian tidak menemukan adanya makam janin. Sehingga diyakini penghancuran janin lewat asam sulfat itu menjadi satu-satunya cara pelaku menghilangkan barang bukti ribuan janin tersebut. Petugas juga menemukan satu janin yang masih disimpan di dalam ember. Janin tersebut masih dalam proses untuk dihancurkan oleh pelaku.
Dilansir detik, Rabu 19 Agustus 2020, terungkapnya klinik aborsi itu, bermula dari pengakuan Sari Sadewa, yang tak lain adalah otak pembunuhan WN Taiwan tersebut.
Kepada petugas, Sari Sadewa mengaku membunuh Hsu Ming Hu karena merasa sakit hati dihamili, namun korban tidak mau tanggung jawab. Bahkan korban menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya pada 2018.
Atas dasar pengakuan tersangka ini, tim Subdit Resmob DItreskrimum Polda Metro Jaya di bawah pimpinan AKBP Handik Zusen dan tim, menggerebek klinik tersebut, pada 3 Agustus 2020. Buntutnya, diamankan 17 tersangka, mulai dari dokter hingga pasien, yang diduga terlibat praktik aborsi tersebut.
"Sudah berhasil diamankan 17 orang tersangka. Terdiri dari kelompok medis, ada 3 orang dokter, 1 orang bidan, 2 orang perawat, 4 pengelola klinik, 4 orang turut membantu melakukan, serta 3 orang pasien," ungkap kata Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Tubagus Ade Hidayat, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (18/8/2020) kemarin.
Tubagus kemudian menjelaskan 4 pengelola klinik tersebut bertugas sebagai negosiator dengan pasien serta melakukan penerimaan dan pembagian uang. Sedangkan 4 orang yang turut serta diamankan bertugas mengantar-jemput pasien, membersihkan janin, hingga calo. Sedangkan tiga orang lainnya merupakan pasien dan yang mengantar ke klinik tersebut.
2 Ribu Lebih
Menurutnya, klinik tersebut ditengarai telah beroperasi selama 5 tahun. Namun, sejauh ini polisi baru menemukan catatan pasien mulai Januari 2019 hingga April 2020 dengan total jumlah pasien sebanyak 2.638 pasien. Berdasarkan data tersebut, diperkirakan klinik tersebut melakukan tindakan aborsi kepada 5-7 pasien setiap harinya. Sehingga bila diprediksi, lebih dari 2 ribu janin yang telah diaborsi di tempat itu.
"Belum lagi kalau kita merunut ke belakang, kalau asumsinya itu adalah 5 tahun klinik itu beroperasi. Namun data dari 2019-April 2020 sebanyak 2.638 pasien," terangnya lagi.
Dalam praktinya, klinik tersebut memasang tarif untuk sekali aborsi dengan harga yang variatif, tergantung usia kehamilan para pasien, dengan kategori usia kandungan. Setiap bulan, keuntungan bersih yang diraih diperkirakan mencapai Rp70 juta.
Keuntungan tersebut kemudian dibagi-bagi oleh para tersangka, mulai dokter hingga calo. Bahkan saat penggerebekan dilakukan, petugas menemukan barang bukti berupa amplop berisi uang tunai.
Dibuang ke Kloset
Untuk menghilangkan jejak, pengelola klinik tersebut membuang janin hasil aborsi ke toilet. Namun sebelum dibuang, janin tersebut dimusnahkan dengan dilarutkan oleh cairan asam sulfat.
Tubagus juga mengatakan hingga saat dilakukan penggeledahan, pihaknya tidak menemukan makam janin. Dia meyakini penghancuran janin lewat asam sulfat itu menjadi satu-satunya cara pelaku menghilangkan barang bukti ribuan janin tersebut.
Namun, Tubagus mengatakan saat polisi melakukan penggeledahan, pihaknya kemudian juga menemukan satu janin yang masih disimpan di dalam ember. Janin tersebut masih dalam proses untuk dihancurkan oleh pelaku.
Dalam kasus ini, para tersangka dijerat Pasal 299, 246, 348, dan 349 KUHP. Selain itu, mereka juga bakal dikenakan Pasal 194 juncto 75 Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Perlindungan Anak. ***