Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Rusia dan Ukraina Membuat Warga Indonesia Terpecah
“Perang tersebut memberikan dampak negatif yang nyata terhadap perekonomian dunia, termasuk perekonomian domestik Indonesia, terutama melalui inflasi impor. Indonesia sebagai tuan rumah G20 tahun ini perlu memahami bahwa krisis akibat perang ini akan berdampak paling besar bagi negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah dan negara-negara yang bergantung pada impor pangan dan energi. Negara-negara ini masih belum sepenuhnya pulih dari krisis ekonomi yang disebabkan oleh pandemi COVID-19 dan harus kembali menghadapi harga pangan dan energi yang semakin tinggi.”
Rafitrandi mengatakan Indonesia dapat menggunakan G20 sebagai platform untuk menjembatani kesenjangan antara Rusia dan Ukraina.
“Dalam jangka pendek, Indonesia melalui G20 dapat memobilisasi komitmen dan sumber daya dari anggota G20 untuk Program Pangan Dunia dan Aliansi Global untuk Ketahanan Pangan yang diusung oleh kelompok G7. Selain itu, dapat meminta anggota G20 untuk tidak menggunakan pembatasan ekspor dalam kondisi pasokan global terbatas, terutama untuk produk makanan, pupuk, dan energi.”
Maria Monica Wihardja, peneliti tamu di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura, mengatakan, perjalanan pemimpin Indonesia tidak lepas dari KTT G20 dan masalah ekonomi yang akan menjadi agendanya.
“Agenda utama G20 adalah ketahanan pangan global. Rumah tangga miskin, negara-negara berpenghasilan rendah dan negara-negara yang sudah mengalami krisis kemanusiaan, seperti Yaman, Suriah dan Libya, paling terpukul oleh gangguan perdagangan dan kenaikan harga pangan karena perang di Ukraina,” kata Wihardja kepada Al Jazeera, mencatat bahwa KTT tersebut menampilkan mekanisme untuk memantau kemajuan dalam meningkatkan ketahanan pangan, termasuk Sistem Informasi Pasar Pertanian.
zxc2