Pandangan Megawati Soal Sejarah Gelap di Balik Peristiwa Supersemar: Permasalahan Geopolitik
RIAU24.COM - Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri sekaligus anak dari Presiden Pertama Soekarno, mengungkapkan kecurigaannya mengenai dugaan penyimpangan Sejarah di balik peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau yag dikenal Supersemar.
Supersemar adalah surat perintah yang berisi intsruski Presiden pertama RI Soekarno kepada Soeharto kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan guna mengatasi situasi keamanan pada 1966.
Megawati yang hadir pada acara peresmian Patung Bung Karno di Omah Petroek, Sleman, DIY, dalam sambutannya sempat mengenang masa-masa akhir kepemimpinan ayahnya.
Megawati mengatakan, dirinya beberapa kali diundang jadi pembicara acara diskusi di Lembaga ketahanan Nasional (Lemhannas).
Dalam Momen itu ia mengajak semuanya untuk melihat dan berpikir secara logis rangkaian peristiwa Supersemar yang berujung pada transisi kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto.
“Sejarah dari sini sampai sekarang kalau saya lihat ini permasalahan politik dan geopolitik. Mengapa, Ketika zaman Pak Harto, saya dengan segala hormat saya, atau zaman orde baru mengapa kita melihat itu bahwa penyimpangan sejarahsebenarnya,” ucapnya, Rabu (23/8).
“Gampangnya, saya di Lemhannas mengatakan begini, kalian mbok mikir, peristiwa itujangan lihat saya anaknya (Sukarno), tapi berpikirlah logic dan obyektif,” lanjutnya.
Megawati menerangkan, beberapa tahun sebelum Sukarno lengser, ayahnya itu telah diangkat sebagai presiden seumur hodup oleh MPRS.
Namun, Bung Karno kemudian dituduh bermitra dengan PKI yang dinyatakan terlarang dan dibubarkan tahun 1966.
“Ketika Pak Harto menggantikan, keluarlah sebuah TAP MPR yang katanya sumbernya dari Supersemar yang mengatakan bahwa Bung karno diturunkan karena melakukan, ada instruksi itu istilahnya bekerja sama sama sebuah partai, PKI yang terlarang,” ujarnya.
Janggal bagi Ketua Umum PDIP itu karena ayahnya itu dituding memiliki hubungan dengan kelompok yang dicap terlarang, sementara ia telah dinobatkan sebagai presiden seumur hidup. Bung Karno akhirnya digantikan Soeharto melalui TAP MPR Nomor XXXIII/MPRS/1967.
"Coba pikir tenang-tenang, mikir. Saya itu sampai mikir gini, sampai saya bilang, kok bapak saya nggak iso mikir ya. Kalau benar, loh ngapain dianya musti, Bung Karno bekerja sama sama sesuatu yang katanya terlarang, karena itu ada perintah dari Supersemar. Padahal beliau ini sudah seumur hidup lho. Artinya, Lha ngapain lho, dia sudah enak-enak presiden seumur hidup lho," imbuh Megawati.
Seperti diketahui, meski Supersemar memiliki beberapa versi, terdapat beberapa pokok pikiran yang diakui Orde Baru dan kemudian dijadikan acuan.
Supersemar berisi perintah, salah satunya mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi.
Surat itu juga memerintahkan kepada Soeharto--saat itu Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib)-- untuk menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Sukarno sebagai kepala negara dan presiden.
Namun, pada Juli 2019 silam Megawati pernah menyatakan dirinya selalu mewanti-wanti kepada seluruh kader PDIP atau masyarakat luas untuk tak menghujat Soeharto. Hal itu ia sampaikan saat berpidato di hadapan puluhan kelompok milenial yang hadir dalam acara 'Megawati Bercerita' di Kantor DPP PDIP, Jakarta.
"Mengapa ketika Pak Harto itu dihujat saya yang mengatakan jangan hujat dia," kata Megawati waktu itu.
Menurutnya, Sukarno diturunkan secara tak baik oleh rezim yang tak menghendakinya sebagai Presiden. Supersemar disebut membuat ayahnya tak lagi leluasa memegang kendali kekuasaan kala itu.
Meski begitu, Megawati mengatakan bahwa peristiwa itu harus dijadikan pelajaran dan tak boleh terulang kembali di kemudian hari.
"Saat saya [kuliah] di Universitas Padjajaran di Bandung lalu, tahun 65 akibat ayah saya diturunkan dengan cara yang menurut saya, tidak baik. Tidak ada kata lain, tidak baik. Jadikan ini sebuah pembelajaran," kata dia.
(***)