Kebocoran Metana Terbesar yang Pernah Tercatat di Kazakhstan, 131 Ribu Ton dalam 205 Hari
RIAU24.COM - Sebuah tim peneliti telah mendeteksi kebocoran metana terbesar yang pernah ada di Kazakhstan setelah menggabungkan data satelit dari beberapa misi, seperti TROPOMI, GHGSat, PRISMA, EnMAP, EMIT dan Sentinel-2.
Dipimpin oleh Dr Luis Guanter, seorang profesor di Universitat Politècnica de València dan kepala Grup LARS di Institut Teknik Air dan Lingkungan (IIAMA-UPV), tim menemukan bahwa kebocoran terjadi di sumur minyak di ladang Karaturun East negara Asia Tengah.
Sebuah studi, mengukur dan melacak tingkat kebocoran metana, telah diterbitkan dalam Environmental Science & Technology Letters.
Kapan kebocoran dimulai?
Menurut penelitian, kebocoran dimulai pada 9 Juni 2023. Ini menyebabkan kebakaran setinggi 10 meter dan pembentukan kawah selebar 15 meter.
Selama 205 hari berikutnya, kebocoran akhirnya melepaskan sekitar 131,00 metrik ton metana ke atmosfer.
Itu menjadikannya peristiwa kebocoran metana terbesar dalam sejarah, mengungguli peristiwa sebelumnya seperti Aliso Canyon pada 2015, Ohio pada 2018, dan Louisiana pada 2019.
Kebocoran akhirnya diperbaiki pada 25 Desember 2023 dengan menyuntikkan lumpur pengeboran.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan cara untuk menangani peristiwa kebocoran gas yang begitu besar dengan lebih baik dan menerapkan metode untuk mendeteksi gumpalan pada tahap awal.
"Metode yang dioptimalkan ini termasuk penerapan filter yang disesuaikan untuk mendeteksi gumpalan dan model kuantifikasi metana spesifik untuk instrumen hiperspektral," kata para peneliti.
Para ilmuwan mengandalkan data dari satelit canggih untuk mendeteksi dan mengukur emisi metana, terutama di daerah yang jauh di mana peristiwa umumnya tidak diketahui.
"Pekerjaan kami menunjukkan betapa canggihnya alat berbasis ruang angkasa sangat penting untuk menemukan dan mengelola peristiwa emisi super ini, memungkinkan rekonstruksi yang akurat dan kuantifikasi emisi yang kuat," kata para peneliti LARS.
"Gas alam, selain menjadi sumber energi penting, juga merupakan gas rumah kaca yang bertanggung jawab atas hampir sepertiga pemanasan global, karena mengandung lebih dari 90% metana. Perbedaannya dengan CO2 adalah bahwa ia memiliki dampak yang lebih besar dalam jangka pendek, sehingga perlu untuk bertindak pada sumbernya dan mengurangi emisi,” catat para peneliti.
(***)