Horor Covid-19 di India, Kisah Pria Yang Mengemis ke Berbagai Rumah Sakit Minta Ayahnya Dirawat Tapi Selalu Ditolak
RIAU24.COM - Meledaknya penyebaran Covid-19 di India banyak menyisakan kisah memilukan. Salah satunya dialami Ashish Shrivastav (39), yang mengelola pusat rehabilitasi pribadi untuk anak-anak disabilitas di India.
Pada 14 April, Ashish memasukkan ayahnya yang berusia 70 tahun yang mengeluh sesak napas ke dalam mobil kecilnya dan membawanya ke rumah sakit Vivekanand di Lucknow, ibu kota negara bagian Uttar Pradesh.
Di rumah sakit, ayahnya, Sushil Kumar, dites positif Covid-19, tapi rumah sakit mengatakan kepadanya ayahnya tak bisa diterima karena tidak ada tempat tidur yang tersedia.
Ashish mengaku, dia sempat memohon-mohon kepada para dokter agar menerima ayahnya. Tapi petugas medis malah menyarankannya ke rumah sakit pemerintah. Jadi Ashish memasukkan kembali ayahnya ke dalam mobil, membeli 2,5 liter tabung oksigen dan mulai mencari rumah sakit yang mau menerimanya.
Dia menuju pusat perawatan Covid di wilayah Lalbagh di kota itu dengan harapan ayahnya bisa diterima. Dia pun mendaftar secara formal melalui jalur resmi tapi rumah sakit pemerintah tetap menolak ayahnya, termasuk rumah sakit swasta.
“Semua rumah sakit minta surat rujukan dari Kepala Petugas Medis (CMO). Ketika saya ke kantor CMO, saya harus menunggu (karena banyak orang). Saat saya menunggu, saya dipaksa meninggalkan tempat itu oleh polisi yang ditugaskan di sana,” jelasnya, dikutip dari Al Jazeera, Minggu (2/5).
Selama paruh pertama bulan April, pasien positif Covid yang dirawat di rumah sakit mana pun di Lucknow membutuhkan surat rujukan dari kantor CMO. Untuk mendapatkan surat itu, pasien wajib menunjukkan tes RT-PCR yang mengonfirmasi infeksi Covid. Tetapi setelah protes publik, pemerintah Uttar Pradesh baru-baru ini menghapus persyaratan surat rujukan.
Ashish mengatakan dia mencoba banyak fasilitas kesehatan swasta dan yang dikelola pemerintah di Lucknow tetapi ayahnya ditolak masuk di setiap fasilitas tersebut.
“Saya kesana kemari seperti pengemis dan mencoba banyak rumah sakit lain melalui telepon juga. Ayah saya menyuruh saya untuk membawanya pulang dan dia akan baik-baik saja tetapi saya tahu kondisinya semakin memburuk.”
Saat itu, Ashish harus mengisi ulang tabung oksigen dua kali agar ayahnya tetap hidup. “Kami akhirnya mengantarkannya ke klinik swasta dengan bantuan kawan dokter saya setelah 36 jam,” ujarnya.
Tapi semua terlambat. Ayahnya meninggal pada 16 April pagi. Sekarang, Ashish dan istrinya juga dinyatakan positif Covid-19 dan melakukan isolasi mandiri.
“Kami tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah saya berduka untuk ayah saya yang tidak dapat saya selamatkan atau haruskah saya menjaga diri saya dan istri saya? Saya tidak tahu bagaimana mengatasi kehilangan atau apa yang harus dilakukan tapi jika ada intervensi yang tepat dari pemerintah pada waktu yang tepat, mungkin kondisi keluarga saya atau ribuan keluarga seperti kami akan berbeda,” sesalnya.***