Kronologi Perawat yang Ngaku Bunuh 20 Pasien COVID-19, Sebut Gegara Kasihan
RIAU24.COM - Jagat maya heboh dengan seorang perawat asal Belanda, Theodoor V (30) mengaku telah membunuh setidaknya 20 pasien COVID-19.
Hal keji itu dilakukan lantaran V merasa kasihan dengan penderitaan para korban yang kritis akibat virus tersebut.
Saat itu V bekerja sebagai perawat paru di rumah sakit Wihelmina di Aseen (WZA), Belanda.
Departemen Kejaksaan Setempat mengabarkan bahwa V telah ditangkap tiga minggu lalu di rumahnya, setelah mengaku kepada staf saat dirinya dirawat di klinik kesehatan mental.
Jaksa mengatakan, V telah beberapa kali dalam percakapannya dengan staf kesehatan mental bahwa saat menjadi perawat paru di WZA, dia telah mengakhiri hidup 20 pasien sebelum waktunya selama pandemi COVID-19.
"Tersangka diduga melakukan tindakan medis terhadap pasien yang menurutnya terminal dan menderita, tanpa instruksi dari dokter," kata jaksa dikutip dari Daily Mail.
Tersangka kini telah diperintahkan oleh pengadilan Assen untuk tetap berada di penjara setidaknya selama 30 hari penahanan pra persidangan. Hingga hari ini, V hanya bisa berhubungan dengan pengacaranya.
"Para ahli sedang mencari untuk melihat apakah perbedaan dapat ditemukan dalam catatan medis yang dapat cocok dengan pernyataan tersangka," kata juru bicara tanpa disebutkan namanya.
Pihak berwenang akan terus menyelidiki kematian pasien antara Maret 2020 dan Mei 2022, dengan penyelidikan kriminal diharapkan selesai pada Juni. Keluarga korban juga telah diberitahu tentang penyelidikan dua minggu lalu, kata pengacara Sébas Diekstra kepada kantor berita ANP.
Rumah Sakit Wilhelmina juga telah mengeluarkan pernyataan resmi tertanggal 20 April. Dalam pernyataan tersebut, dikatakan bahwa ada penangkapan seorang karyawan pada 17 April.
"Perawat itu ditangkap karena dicurigai terlibat dalam kematian pasien di [rumah sakit] WZA selama pandemi virus corona," demikian bunyi keterangan tersebut.
Hans Mulder, anggota dewan WZA, juga melaporkan bahwa karyawan tersebut tidak lagi bekerja di rumah sakit tersebut.
"Kami segera menanggapi laporan itu dengan serius dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan," imbuh Mulder.
"Langkah penting pertama adalah menonaktifkan karyawan yang menjadi subjek laporan. Dengan cara ini, perilaku dari laporan tersebut tidak dapat dilanjutkan," pungkasnya.
(***)