Koster Larang Pendakian Gunung di Bali, Pemandu Menolak Tegas, Ini Alasannya
RIAU24.COM - Kebijakan Gubernur Bali Wayan Koster yang melarang pendakian gunung di Pulau Dewata menjadi polemik.
Para pemandu menolak rencana itu, tetapi bandesa adat menyetujuinya.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Gunung Abang Erawang I Nengah Suratnata meminta Koster mengkaji larangan pendakian gunung.
Selama ini, para pemandu menyadari gunung memang sakral dan sudah semestinya dijaga. Tetapi, larangan pendakian adalah lain soal.
"Menjaga kesucian gunung menjadi komitmen kami. Namun, saat menjaga kesucian (gunung), kami berharap ada ruang agar pariwisata tetap jalan," kata Suratnata.
Menurut Suratnata, dampak ekonomi dari pendakian di kawasan Gunung Abang Erawang terbilang besar. Para pendaki juga membantu ekonomi warga setempat pulih dari pandemi COVID-19.
Suratnata menjelaskan pendaki yang naik Gunung Abang Erawang setiap harinya mencapai 10-50 orang. Jumlah pendaki gunung yang terletak di Kintamani, Bangli, Bali, itu bertambah menjadi 30-100 orang saat akhir pekan.
"Dari sisi tujuan menjaga kesucian kami setuju. Namun, dari sisi ekonomi, bagaimana masyarakat mendapat manfaat dari pengelolaan tempat wisata Abang Erawang," ujar Suratnata.
Bendesa Adat Wangaya Gede I Ketut Sucipto setuju dengan rencana larangan pendakian untuk menjaga kesucian gunung.
Apalagi, Desa Adat Wangaya Gede di Kecamatan Penebel, Tabanan, punya kewajiban menjaga kelestarian lingkungan di lereng Gunung Batukaru (Batukau) karena sebagian besar area pegunungan masuk wilayah Wangaya Gede.
Sucipto meminta kepastian dari pemerintah untuk mendukung prajuru Pura Luhur Batukau dalam menjaga kesucian seperti yang dicetuskan Gubernur Koster.
"(Kami) pasti akan banyak punya musuh. Orang (mendaki) dilarang, sementara ini negara merdeka. Pasti ini (larangan mendaki) ditentang," kata Sucipto.
Bukan tanpa sebab Sucipto menyampaikan hal itu. Jauh sebelum Koster mencetuskan larangan aktivitas pendakian, Desa Adat Wangaya Gede telah menerapkan aturan dan syarat tegas bagi calon pendaki.
"Debat sering. Diancam sering. Oleh mereka yang ingin mendaki. Oleh mereka yang ingin sembahyang. Masalah inilah yang harus dipikirkan," kata dia.
Sucipto meminta persoalan larangan pendakian gunung ini sebaiknya dibahas bersama dari oleh gubernur, bupati, serta para bendesa adat yang wilayahnya memiliki pintu masuk pendakian.
"Dan yang paling penting, sanksi untuk pelanggarnya juga harus tegas. Kalau tidak, ya percuma. Buang-buang waktu saja. Di kami, kalau ada yang kedapatan menebang kayu di hutan Gunung Batukau, itu ada jiwa danda (denda badan) dan arta danda (denda materi)," kata dia. .
Bupati Karangasem I Gede Dana akan menjaga ketat tempat yang disucikan seperti pura dan gunung.
"Nantinya di tempat-tempat suci yang rentan terjadi pelanggaran akibat ulah bule nakal, kami akan jaga dengan ketat," kata dia.
Dia berkaca kepada ulah para turis yang tidak menghormati gunung. Kerap kali turis berpakaian tidak sopan saat datang ke pura dan gunung. Apalagi, sampai telanjang di tempat suci tentu sangat dilarang.
"Kami akan jaga dengan ketat, untuk meminimalisasi ulah bule nakal, supaya kesucian dari pura dan gunung yang ada di Karangasem tetap terjaga," kata Gede Dana. ***