Walhi Jatim Desak SHM 21 Hektare di Pesisir Sumenep Dicabut
RIAU24.COM -Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur bersama aktivis lingkungan di Madura mendesak pemerintah mencabut Sertifikat Hak Milik (SHM) 21 hektar di sepanjang laut di Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Sumenep.
Walhi bersama Gerakan Masyarakat Tolak Reklamasi Sumenep, FNKSDA Sumenep dan Observe Madura menilai, Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Sumenep, menghadapi ancaman serius dari privatisasi wilayah pesisir.
"Wilayah pesisir seluas 21 hektar, yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat lokal, kini dipetak-petak oleh pihak tidak bertanggung jawab atau aktor bisnis dengan klaim kepemilikan lahan melalui SHM," kata Direktur Eksekutif Walhi Jatim Wahyu Eka Setyawan dalam keterangan resmi, Sabtu (25/1).
Jika dibiarkan, kata Wahyu, hal ini tidak hanya akan menghancurkan ekosistem pesisir tetapi juga memiskinkan masyarakat yang sudah hidup dalam kondisi rentan.
Privatisasi di pesisir Sumenep, kata dia, akan membawa dampak ekologis yang besar.
Pasalnya mangrove di sekitar, yang berfungsi sebagai pelindung alami dari abrasi dan perubahan iklim terancam hilang akibat konversi lahan untuk tambak garam baru.
"Dengan hilangnya lahan hijau dalam hal ini kawasan lindung pesisir, karena proyek tambak garam, tentu akan memperparah bencana banjir rob yang kini terjadi setiap bulan, merusak rumah warga dan infrastruktur desa," ucapnya.
Wahyu menyebut, dari sisi sosial-ekonomi, masyarakat Gersik Putih juga terjebak pilihan sulit.
Pertama menjadi buruh tambak garam musiman yang rentan terhadap cuaca atau merantau ke luar daerah.
"Keberadaan tambak garam yang mendominasi desa ini tidak memberi kontribusi signifikan terhadap kesejahteraan warga, melainkan hanya menguntungkan segelintir orang," ucapnya.
Privatisasi wilayah pesisir Gersik Putih, kata Wahyu, adalah bentuk perampasan ruang hidup masyarakat lokal.
Melalui pengalihfungsian wilayah ini, nelayan tidak lagi memiliki akses ke laut.
"Dan masyarakat sekitar akan kesulitan memanfaatkan pesisir. Masyarakat akan semakin terpinggirkan dan kehilangan kendali atas sumber daya alam yang selama ini menopang hidup mereka," tuturnya.
Walhi dan aktivis lingkungan di Madura pun menyatakan, menolak segala bentuk privatisasi wilayah pesisir di Gersik Putih dan mendesak pemerintah untuk mencabut SHM.
"ATR/BPN harus mencabut SHM di laut Desa Gersik Putih, Sumenep. Pemerintah Provinsi Jawa Timur harus konsekuen menjalankan Perda No 10 Tahun 2023 tentang RTRW yang menyebutkan jika kawasan pesisir Sumenep termasuk zona lindung," katanya.
Mereka juga meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Sumenep jangan sampai menerbitkan izin di kawasan tersebut, karena seharusnya konsekuen dengan melindungi wilayah pesisir dan mangrove sebagai bagian dari ekosistem yang vital bagi kehidupan masyarakat pesisir.
"Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Sumenep wajib memberikan akses dan perlindungan kepada masyarakat lokal untuk mengelola sumber daya pesisir secara berkelanjutan," pungkasnya.
(***)