Diingatkan Jokowi Agar Tak Perkeruh Suasana, IDI MInta Maaf, Tapi Jawab Begini
RIAU24.COM - Di tengah pandemi virus Corona, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tidak memperkeruh. Hal itu terkait dengan pernyataan lembaga itu, yang menyebutkan angka kematian akibat virus Corona di Tanah Air telah mencapai lebih dari 1.000 kasus. Sementara keterangan resmi pemerintah, hingga saat ini angka kematian akibat Corona sebanyak 635 kasus.
Terkait hal itu, Wakil Ketua Umum IDI, Slamet Budiarto, menyampaikan permohonan maaf jika pengungkapan kasus kematian terkait Corona menimbulkan kegaduhan. Namun kemudian balik menegaskan, IDI hanya mengingatkan pemerintah bahwa data Corona yang disampaikan bukan data terbaru.
"Jadi IDI meminta maaf kalau pernyataannya membuat kegaduhan tapi pernyataan tersebut adalah niat baik untuk melindungi masyarakat pemerintah maupun tenaga kesehatan, intinya gitu dan intinya permasalahannya adalah bukan kematian 1.000, tapi penyebab data itu tidak valid," ujarnya, Kamis 23 April 2020, dilansir detik.
Lebih lanjut, Slamet mengungkapkan kondisi yang terjadi saat ini. Salah satunya, mengenai hasil tes swab Corona yang dinilainya masih lambat. Karena hasil swab baru bisa diketahui paling cepat setelah 10 hari atau rata-rata dua minggu. Sehingga data Corona yang disampaikan pemerintah tidak menggambarkan situasi terbaru.
"Nah yang disampaikan oleh teman-teman Kemenkes atau pemerintah, misalnya hari ini itu hasil dari dua minggu yang lalu, misalnya periksa dua minggu hasilnya hari ini, hari diumumkan pemerintah jadi diumumkan pemerintah up to date atau dua minggu lalu?" ujarnya balik bertanya.
"Intinya IDI mengingatkan pemerintah bahwa datanya tidak up to date dikarenakan pemeriksaan hasil keluar tes swab yang PCR itu butuh waktu dua minggu. Ini harus diperbaiki, itu saja," tambahnya.
Selain itu, tes swab yang lama ini juga akan berakibat terhadap peningkatan kasus kematian akibat Corona. Sebab, pasien dalam pengawasan (PDP) tidak diperlakukan seperti pasien yang terkonfirmasi Corona.
"Jadi mungkin lebih optimal di pasien yang sudah confirmed, sehingga kemungkinan besar bisa meningkatkan kematian. Jadi perlakuan PDP sama confirmed itu beda ya," ucap Slamet.
Selain itu, Slamet mengatakan tes swab yang lama ini bisa menyebabkan kekacauan data pasien. Sebab, kata dia, sebagian PDP meninggal tanpa ada hasil tes swab.
"Akan mengacaukan data, banyak pasien PDP yang meninggal tanpa ada hasil swab, sehingga ini akan mengacaukan data," tutupnya. ***