Penerapan New Normal, Begini Nasib Pekerja Diatas 50 Tahun
RIAU24.COM - JAKARTA - Skenario men normal bagi pelaku usaha dan karyawan telah diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dengan begitu aktifitas usaha dan bisnis kembali diizinkan untuk dibuka, namun tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Dalam aturan new normal itu, salah satu poin yang diatur adalah terkait karyawan yang bekerja secara shift alias bergantian. Di mana usia 50 tahun ke atas dilarang bekerja secara shift 3 atau dalam arti lain, pekerja di atas 50 tahun ke atas disarankan untuk tetap kerja dari rumah saja (work from home/WFH).
Lantas, bagaimana nasib gaji para pekerja di atas 50 tahun ke atas tersebut?
Dikutip dari detik.com (27/05/2020). Menurut Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Herman Juwono, bila pekerja di atas 50 tahun dilarang shift 3 atau tetap WFH maka kemungkinan pegawai itu tidak akan mendapatkan hak harian yang sama dengan pekerja yang kerja ke kantor atau lapangan.
“Di dalam struktur penggajian kan ada uang harian, uang makan, uang transportasi dan ada gaji pokok. Kalau ada yang begitu (pekerja 50 tahun dilarang shift 3) otomatis uang transportasi dan lain-lain itu tidak dibayarkan daripada di-PHK,” kata Herman, Selasa (26/5/2020) kemarin.
Walaupun begitu, para pekerja yang bekerja ke lapangan belum tentu juga mendapat gaji utuh sebelum pandemi. Karena menurut Herman, terkait dengan gaji tergantung pada kemampuan keuangan masing-masing perusahaan tempat karyawan itu bekerja.
“Setiap usaha, setiap perusahaan lain-lain, (Corona) sudah menyentuh secara mendalam kepada seluruh aspek kehidupan, kesehatan, bisnis, semuanya. Maka dari itu, adanya suatu kesepakatan atau kompromi merupakan jalan keluar, kompromi antara pemilik usaha dan karyawan itu penting,” tandasnya.
Soal gaji karyawan, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani memiliki pendapat yang sama yaitu wewenangnya ada pada masing-masing pelaku usaha tersebut. Dilihat pula dari seberapa besar dampak yang ditanggung pelaku usaha tersebut.
“itu kan tergantung perusahaan masing-masing ya, kita tidak bisa mengeneralisasi, jadi tergantung kemampuan perusahaan,” kata Shinta.
Salah satunya untuk lini bisnis perhotelan, katanya, untuk lini bisnis ini tentu perlu penyesuaian yang cukup lama. Sebab tak mungkin begitu new normal, orang langsung berbondong-bondong mengisi hotel seperti sebelumnya.
“Walaupun new normal misalnya hotel, dia tidak mungkin mendapatkan okupansi yang cukup, pasti karyawan yang dirumahkan itu saya rasa tidak mungkin dipekerjakan kembali seluruhnya, jadi ini tergantung daripada perusahaannya, jenisnya seperti apa, apakah pendapatnya bisa masuk kembali, seperti hotel sih akan makan waktu cukup lama jadi tidak mungkin itu bisa dilakukan,” terangnya.