Malana, Pedalaman Misteri di Himalaya yang Disebut Surga Ganja Termahal Dunia
RIAU24.COM - Daerah sekitar pegunungan Himalaya memang punya banyak sisi unik, mulai dari tempatnya hingga penduduk lokal dengan budaya yang masih kental.
Keunikan inilah yang membuat Himalaya menarik di mata para turis dan juga peneliti. Nah, berbicara tentang keunikan yang ditawarkan oleh Himalaya, kali ini Riau24.com seperti dilansir dari Boombastis.com akan membahas salah satu desa yang letaknya terpencil namun mempunyai banyak misteri.
Adalah Desa Malana, pedalaman yang terkenal cuek dengan turis yang datang berkunjung. Tak hanya itu saja, Malana juga dikenal sebagai salah satu surga ganja termahal di dunia. Kok bisa? Simak dalam ulasan berikut ya!
Malana.jpg" style="height:382px; width:663px" />
Layaknya banyak desa terpencil, penduduk Malana hanya berjumlah sekitar 1.700 orang. Desa ini menyuguhkan pemandangan alam yang indah dan asri. Di sini, kamu bisa menyaksikan lembah Parvati. Lembah ini sangat terkenal di kalangan wisatawan, karena pesta psikedelik atau mabuk hasis berasal dari Malana. Karena letaknya di daerah Pegunungan Himalaya, Malana dikelilingi tebing-tebing nan curam dan pegunungan yang selalu diselimuti kabut dan bersalju.
Malana-yang-terkenal.jpg" style="height:373px; width:663px" />
Tak hanya terpencil, desa ini juga punya banyak mitos yang terkenal sejak dulu. Melansir BBC, berdasarkan legenda, sejumlah pasukan Iskandar Agung membangun tempat perlindungan di desa yang terkucil ini di tahun 326 SM, sesudah terluka akibat perang melawan Porus, pemimpin di wilayah Punjab, India. Serdadu inilah yang disebut sebagai leluhur bangsa Malana. Pendapat ini dikuatkan dengan temuan artefak pedang di dalam kuil mereka.
Meski disebut sebagai keturunan Iskandar Agung, hal tersebut belum pernah diteliti namun hanya sebatas mitos. Bahkan, warga setempat menyebut tidak tahu dari mana mitos itu berasal. Mengenai bahasa, mereka berbicara dengan bahasa Kanashi. Bahasa ini dianggap suci dan tidak diajarkan kepada orang asing. Bahasa ini juga tidak digunakan di bagian lain di dunia. Tak heran kalau peneliti menyebut bahasa ini bisa punah suatu waktu.
Malana menyandang predikat sebagai surga ganja, karena masyarakatnya mengolah getah tanaman kanabis menjadi hasis atau chara, produk ganja berbentuk padat, yang dikenal dengan nama Malana Cream. Tanaman ganja jenis ini kepadatannya menyerupai tanah liat, kadar THC tinggi (zat psikoaktif utama pada tanaman ganja) dan aroma yang khas. Getahnya dikeluarkan dengan menggosokkan daun ganja secara manual. Penduduk lokal menyebut tanaman tersebut sebagai rempah suci.
Tanaman ganja di dipanen setiap bulan September-Oktober. Saat musim panen, tak hanya para lelaki saja yang turun ke ladang, anak-anak dan perempuan pun ikut membantu. Tak hanya dijadikan sebagai produk pertanian saja, ganja juga ditanam di pekarangan rumah dan dikonsumsi secara pribadi oleh masyarakat. Baru pada tahun 1980-an, ganja dijadikan sebagai tanaman budidaya. Penduduk menjadikan ganja sebagai mata pencaharian, dengan cara memproduksi hasis atau kerajinan tangan dari tanaman liar.
Produk hasis, mitos dan legenda, serta bentang alam yang luar biasa indah inilah membuat Malana menjadi destinasi para turis. Namun, anehnya, penduduk di Malana juga dikenal sangat cuek dan tidak terlalu ramah dengan orang asing yang datang.