Thailand Legalkan Ganja, Pasien Kanker: Saya Tidak Perlu Lagi Merasa Sakit
RIAU24.COM - Thailand pekan lalu menjadi negara Asia kedua yang melegalkan pertumbuhan dan konsumsi ganja.
Langkah tersebut direalisasikan oleh pihak berwenang dengan memberi para petani bibit ganja dan bisa untuk dikomersialkan
Kebijakan ini disambut baik oleh penderita kanker di Thailand karena pasien dapat menerima pasokan ganja yang lebih murah.
Salah satu pasien kanker yaitu Jiratti Kuttanam (42), mengatakan dia dan pasien lain juga akan merasakan manfaatnya karena pasokan ganja lebih mudah didapatkan.
Jirrati menderita kanker payudara. Ia mengonsumsi ganja untuk mengatasi rasa sakiti dari penyakitnya tersebut.
Ganja untuk medis sudah legal di Thailand sejak 2018. Namun, sebelum undang-undang itu berubah, dia harus bergantung pada ganja impor yang mahal. Beberapa pasien ada yang pergi ke pengedar ganja ilegal.
“Tunas ganja yang diimpor biasanya berharga 700 baht ($20) per gram, tetapi harganya telah turun setengahnya,” kata Jiratti.
"Saya telah mengonsumsi ganja secara teratur sehingga saya tidak perlu merasa sakit," katanya sambil merobek dan merebus daun ganja untuk membuat teh infus, memenuhi apartemen satu kamar tidurnya di Bangkok dengan baunya yang khas.
Dia didiagnosis menderita kanker payudara stadium lanjut lima tahun lalu. Dua tahun kemudian dia mulai menggunakan minyak ganja dan produk lainnya untuk mengurangi rasa sakit saat muntah, kelelahan dan kecemasan yang dia derita setelah kemoterapi.
Tanaman ganja yang legal berarti pasokan produk tersebut lebih andal, hal yang baik selama pasien tahu cara menggunakannya.
"Saya pikir anda perlu pendidikan. anda perlu mempelajari cara menggunakan yang benar. Itu bisa berbahaya," ujarnya.
Pelegalan ganja di Thailand tidak berarti benar-benar gratis untuk semuanya. Pekan lalu, peraturan baru mulai berlaku yang melarang merokok dengan ganja di publik serta penjualannya kepada orang-orang di bawah umur 20 tahun, wanita hamil dan ibu menyusui.