Memasuki Minggu Kedua, Ini Awal Mula Konflik Panjang Israel-Palestina
RIAU24.COM - Perang pecah antara Hamas dan Israel sejak 7 Oktober lalu. Ini menjadi eskalasi terbaru dari konflik antara Israel dan Palestina.
Kelompok Hamas yang menguasai Gaza menyerang konser yang diadakan Israel di perbatasa Gaza-Israel. Israel pun membalas dengan mendeklarasikan perang. Tel Aviv menyerang Gaza dari berbagai sisi.
Jauh sebelum kejadian tersebut, konflik antara Israel dan Palestina sudah terjadi sejak lama, bahkan sudah bermula dari ratusan tahun yang lalu. Berikut rangkuman sejarah dan bagaimana kronologi awal dikutip dari Al Jazeera.
Konflik ini telah terjadi lebih dari 100 tahun. Pada 2 November 1917 Menteri Luar Negeri Inggris saat itu, Arthur Balfour, menulis surat yang ditujukan kepada Lionel Walter Rothschild, seorang tokoh komunitas Yahudi Inggris.
Surat tersebut memang singkat, hanya 67 kata namun isinya memberikan dampak terhadap Palestina yang masih terasa hingga saat ini.
Surat tersebut mengikat pemerintah Inggris untuk "mendirikan rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina" dan memfasilitasi "pencapaian tujuan ini". Surat tersebut dikenal dengan Deklarasi Balfour
Intinya, kekuatan Eropa menjanjikan gerakan Zionis sebuah negara di wilayah yang 90% penduduknya adalah penduduk asli Arab Palestina. Mandat Inggris dibentuk pada 1923 dan berlangsung hingga 1948.
Selama periode tersebut, Inggris memfasilitasi migrasi massal orang Yahudi. Di mana terjadi gelombang kedatangan yang cukup besar pasca gerakan Nazi di Eropa.
Dalam gelombang migrasi ini, mereka menemui perlawanan dari warga Palestina. Warga Palestina khawatir dengan perubahan demografi negara mereka dan penyitaan tanah mereka oleh Inggris untuk diserahkan kepada pemukim Yahudi.
Meningkatnya ketegangan akhirnya menyebabkan Pemberontakan Arab. Ini berlangsung dari tahun 1936 hingga 1939.
Pada April 1936, Komite Nasional Arab yang baru dibentuk meminta warga Palestina untuk melancarkan pemogokan umum. Ini menahan pembayaran pajak dan memboikot produk-produk Yahudi untuk memprotes kolonialisme Inggris dan meningkatnya imigrasi Yahudi.
Pemogokan selama enam bulan tersebut ditindas secara brutal oleh Inggris, yang melancarkan kampanye penangkapan massal dan melakukan penghancuran rumah. Hal itu menjadi sebuah praktik yang terus diterapkan Israel terhadap warga Palestina hingga saat ini.
Fase kedua pemberontakan dimulai pada akhir 1937. Ini dipimpin oleh gerakan perlawanan petani Palestina, yang menargetkan kekuatan Inggris dan kolonialisme.
Pada paruh kedua tahun 1939, Inggris telah mengerahkan 30.000 tentara di Palestina. Desa-desa dibom melalui udara, jam malam diberlakukan, rumah-rumah dihancurkan, dan penahanan administratif serta pembunuhan massal tersebar luas.
Bersamaan dengan itu, Inggris berkolaborasi dengan komunitas pemukim Yahudi dan membentuk kelompok bersenjata dan "pasukan kontra pemberontakan" yang terdiri dari para pejuang Yahudi bernama Pasukan Malam Khusus yang dipimpin Inggris.
Di dalam Yishuv, komunitas pemukim pra-negara, senjata diimpor secara diam-diam dan pabrik senjata didirikan untuk memperluas Haganah, paramiliter Yahudi yang kemudian menjadi inti tentara Israel.
Dalam tiga tahun pemberontakan tersebut, 5.000 warga Palestina terbunuh. Sebanyak 15.000 hingga 20.000 orang terluka dan 5.600 orang dipenjarakan.