Dih! Warga Jepang yang Pilih Friendship Marriage, Ini Alasannya
RIAU24.COM - Banyak generasi muda di Jepang yang mulai melakukan perkawinan yang tidak melibatkan cinta ataupun seks. Tren baru yang sedang ramai itu memiliki istilah 'friendship marriage' atau 'pernikahan persahabatan'.
Pernikahan persahabatan ini didefinisikan sebagai hidup bersama berdasarkan minat dan nilai yang diyakini berdua. Dalam hubungan seperti itu, pasangannya adalah pasangan sah, tetapi tanpa cinta atau interaksi seksual.
Pasangan yang menjalaninya bisa tinggal bersama ataupun terpisah. Jika mereka memutuskan untuk mempunyai anak, mereka mungkin memutuskan untuk menggunakan inseminasi buatan.
Bahkan, kedua orang itu bebas menjalin hubungan romantis dengan orang lain di luar pernikahan, asalkan ada kesepakatan bersama. Banyak yang menggambarkan hubungan ini seperti mencari 'roommate' atau 'teman sekamar'.
"Perkawinan persahabatan itu seperti mencari teman sekamar yang memiliki minat yang sama," kata seseorang yang sudah menjalin hubungan friendship marriage selama tiga tahun.
Orang yang menjalani friendship marriage lainnya dengan identitas yang dirahasiakan, merasa hubungan seperti ini sangat membantunya. Ia merasa lebih cocok menjadi teman baik.
"Saya tidak cocok menjadi pacar seseorang, tapi saya bisa menjadi teman yang baik," ungkap dia yang dikutip dari laman South China Morning Post.
"Saya hanya ingin seseorang dengan selera yang sama, melakukan hal-hal yang kami berdua nikmati, mengobrol dan tertawa," lanjutnya.
Kesepakatan sebelum jalani 'friendship marriage'
Sebelum menikah, pasangan biasanya menghabiskan waktu berjam-jam atau berhari-hari untuk menyepakati hal-hal kecil dalam hidup mereka. Misalnya seperti apakah akan makan bersama, bagaimana membagi pengeluaran, siapa yang mencuci pakaian, hingga berbagi tempat untuk menyimpan makanan di dalam lemari es. .
Menurut pengamatan Colorus, lembaga yang mengklaim sebagai yang pertama dan satu-satunya di Jepang yang khusus menangani pernikahan persahabatan, hal ini sangat membantu.
Mungkin diskusi semacam itu terlihat tidak romantis, seperti pasangan pada umumnya. Namun, hal itu disebut telah membantu sekitar 80 persen pasangan untuk hidup bahagia bersama dan akhirnya memilih untuk memiliki anak. ***