Presiden Lebanon Lengser, Terjadi Kekosongan Jabatan di Pemerintahan
RIAU24.COM - Presiden Lebanon Michel Aoun meninggalkan istana kepresidenan karena masa jabatannya yang berakhir pada Ahad (30/10/2022).
Pemimpin yang berusia 89 tahun itu meninggalkan pemerintahan saat sedang berhadapan dengan krisis keuangan.
Ratusan pendukung Aoun berkumpul di Istana Baabda untuk mengucapkan selamat tinggal.
Mereka mengenakan warna oranye yang identik dengan partai Free Patriotic Movement dan membawa potret dirinya sebagai presiden serta potret dari beberapa dekade lalu ketika ia menjabat sebagai komandan tentara.
Warga Lebanon bernama Therese Younes mengatakan, telah mendukung Aoun sejak berusia delapan tahun dan sedih melihatnya pergi.
"Jika saya berusia 18 tahun, saya akan meninggalkan negara itu. Tidak ada Lebanon yang tersisa setelah Michel Aoun," kata pria berusia 16 tahun ini.
Parlemen sejauh ini tidak dapat menyepakati pengganti dalam jabatan Aoun. Kursi kepresidenan Lebanon disediakan untuk tokoh dari kelompok Kristen Maronit dan memiliki kekuatan untuk menandatangani undang-undang menjadi undang-undang dan menunjuk perdana menteri baru.
Parlemen Lebanon telah bersidang empat kali untuk mencoba memilih seorang pengganti tetapi tidak ada kandidat yang memenangkan mayoritas.
Ulama Kristen Maronit Patriark Beshara al-Rai menyalahkan politisi dan anggota parlemen karena meninggalkan kepresidenan dalam ruang hampa, baik dengan sengaja atau karena kebodohan dan keegoisan.
Kekosongan jabatan ini membuat Lebanon berada dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan memiliki kekosongan presiden dan kabinet sementara dengan kekuasaan terbatas.
Sedangkan penunjukan perdana menteri tidak dapat membentuk pemerintahan selama enam bulan.
Dalam sebuah wawancara dengan Reuters sehari sebelum meninggalkan istana, Aoun mengatakan, Lebanon meluncur ke dalam kekacauan konstitusional.
Pernyataan keras ini mengingat kurangnya kejelasan tentang hak prerogatif yang akan dimiliki kabinet sementara dan parlemen masing-masing.
Aoun adalah sosok yang sangat memecah belah, dipuja oleh banyak orang Kristen yang memandangnya sebagai pembela kelompok itu dalam sistem sektarian Lebanon.
Namun dia dituduh oleh para kritikus karena kemungkinkan korupsi dan membantu kelompok bersenjata Hizbullah mendapatkan pengaruh besar di negara tersebut.
Selama perang saudara Lebanon 1975-1990, Aoun menjabat sebagai komandan tentara Lebanon dan kepala salah satu dari dua pemerintah saingan.
Setelah 15 tahun di pengasingan, dia kembali ke Beirut dan bersekutu dengan Hizbullah yang memberikan dukungan penting kepada kelompok bersenjata itu dan akhirnya membantunya menjadi presiden pada 2016.
Masa jabatan enam tahun Aoun membuat tentara Lebanon melawan milisi di perbatasan Suriah pada 2017 dengan bantuan Hizbullah. Dia pun mengesahkan undang-undang pemilihan baru pada 2018.
(***)